Senin, 06 April 2015

Kekalutan Mental Gangguan Identitas Gender

  Kekalutan mental merupakan suatu keadaan dimana jiwa seseorang mengalami kekacauan dan kebingungan dalam dirinya sehingga ia merasa tidak berdaya. Saat mendapat kekalutan mental berarti seseorang tersebut sedang mengalami kejatuhan mental dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan oleh orang tersebut. 
Kekalutan mental di masyarakat sudah banyak terjadi dimana-mana, oleh karena itu saya ingin mengangkat salah satu bahasan kekalutan mental di masyarakat yaitu Gangguan Identitas Gender. Gangguan identitas gender adalah gangguan jenis kelamin dimana orang yang merasa jenis kelamin fisiknya tidak sesuai dengan jenis kelaminnya yang sejati dapat didiagnosis mengalami gangguan identitas gender atau biasa kita sebut dengan transgender. 
Dari pengertian gangguan identitas gender diatas menjelaskan bahwa seseorang yang tidak jelas dengan status kelaminnya atau disebut juga dengan transgender yang merupakan suatu gejala ketidakpuasaan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antarabentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun ketidakpuasaan dengan alat kelamin yang dimilikinya. 
Contoh kasus Agus Wardoyo, yang sekarang kini resmi memakai nama Nadia Ilmira Arkadea. Terlahir sebagai lelaki tulen, pada 16 Agustus 1979, Agus berperilaku seperti anak lelaki sampai dia lulus SD. Namun semakin Agus dewasa, dia kian mirip perempuan. Suaranya nyaring, geraknya gemulai. Lalu dengan restu orang tua yang didapatnya, pada tahun 2005 Agus menjalani operasi ganti kelamin di rumah sakit Dr Sutomo, Surabaya. Perjuangan Agus untuk menjadi wanita seutuhnya ditentukan dengan satu sidang di Pengadilan Negeri Batang, Jawa Tengah, 22 Desember 2009, dimana pada hari itu pengadilan memberikan penentuan akan status gender Agus yang sekarang telah resmi menjadi Nadia Ilmira Arkadea.





Contoh kasus kedua adalah kasus Mayang Prasetyo, warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi transgender ini meninggal secara tragis. Wanita asal Bandar Lampung itu dibunuh dan dimutilasi oleh suaminya sendiri,  Marcus Peter Volke di apartemen Teneriffe, Queenslan, Australia. Kepolisian Negeri Kanguru saat ini tengah menyelidiki motif di balik pembunuhan itu. Untuk sementara, detektif kepolisian Australia Tom Armitt menduga aksi kriminal itu dilandasi atas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pembunuhan diyakini terjadi pada Kamis atau Jumat 3 Oktober 2014. Jasad Mayang ditemukan tak utuh di unit apartemen tempat ia dan Marcus hidup bersama pada Sabtu 4 Oktober 2014. Marcus diketahui melarikan diri setelah polisi datang ke apartemennya, setelah tetangga sekitar mengendus bau tak sedap dari dalam hunian tersebut. Marcus kemudian ditemukan tak bernyawa di dalam tong sampah dekat apartemen. Dia diduga kuat bunuh diri. Pilihan hidup Mayang bukan berorientasi pada kejahatan, melainkan lebih ke orientasi seksual. Mayang, menurut teman-teman komunitasnya, tidak memiliki catatan kriminal.
Awal mula Transgender dikenalkan oleh masyarakat barat. Contohnya seperti Thailand yang banyak sekali warganya berganti jenis kelamin dari laki-laki ke perempuan ataupun sebaliknya. Indonesia sekarang juga banyak yang melakukan transgender contohnya Agus Wardoyo dan Bunda Dorce yang melakukan operasi transgender menjadi seorang perempuan. Pandangan budaya tentang gangguan identitas gender ini adalah Dalam budaya Indonesia, seksualitas dalam bentuk apapun dianggap sebagai subjek tabu dan sering segera dihakimi sebagai kecabulan. Dalam budaya Indonesia, budaya malu adalah hal yang lazim. Masyarakat Indonesia umumnya toleran terhadap transgender tetapi memilih untuk tidak membicarakannya karena budaya malu yang kuat di Indonesia. Waria, laki-laki yang berpenampilan seperti wanita untuk waktu yang lama telah memainkan bagian mereka dalam budaya Indonesia. Banyak pertunjukan tradisional Indonesia seperti lenong, ludruk dan ketoprak sering menampilkan waria sebagai obyek gurauan, humor dan ejekan. Bahkan saat ini, kaum gay dan waria dapat ditemukan tampil di televisi Indonesia dan industri hiburan. Dalam pandangan masyarakat Indonesia, itu cukup dapat diterima untuk memiliki penghibur berpenampilan seperti transeksual dalam tokoh masyarakat. Hal ini biasanya dianggap sebagai hal yang lucu, kecuali itu terjadi dalam keluarga mereka sendiri di mana anak yang berpenampilan seperti wanita sering dianggap sebagai aib bagi keluarga.
Masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme atau pun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Terdapat dua faktor yangmenyebabkan seseorang melakukan trangender yaitu faktor gen atau faktor bawaan dan faktor luar atau lingkungan. Walaupun berbeda seperti itu kita memiliki kesataraan atau kesamaan yang harus dihormati sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai warga negara. Sebagai warga negara pelaku transgender bersama warga negara yang memiliki status jenis kelamin normal berkewajiban membangun negaranya dan mensukseskan pembangunan negara. Tetapi sebagai orang yang beragama, pelaku transgener seperti waria harus kembali kepada kodratnya. Karena tindakannya itu melanggar agama dan telah merubah kodrat yang ditetapkannya sejak lahir. Tetapi hal ini bisa disikapi agar mereka tetap berada di jalan Tuhan dengan mengajak mereka pada pendekatan agama.
Sebagai makhluk Tuhan hendaklah saling menghargai kehidupan orang yang   ketidaknormalan yang terjadi pada tubuhnya tetapi sikap psikologisnya yang mempengaruhinya serta mereka memiliki Hak Asasi Manusia yang sama dimata negaranya. Dari pandangan agama seorang yang memilih untuk transgender hingga sampai mengoperasi kelamin tidak diperbolehkan atau dilarang. Untuk membuat seorang menyadari kesalahannya sebaiknya kita melakukan pendekatan atau pengayoman bukan malah menjauhi mereka karena perubahan tidak terjadi secara langsung akan tetapi bertahap.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: